ABSTRAK : Bagai onggokan serat kusut berwarna hijau kehitaman da berlendir, wujud rumput laut ketik habis dipanen mungkin tampak menjijikkan. Namun, tumbuhan berderajat rendah ini sesungguhnya merupakan "tambang emas". Dari sumber hayati laut yang tidak menarik itu, bila diproses lebih lanjut dapat menghasilkan lebih dari 500 jenis produk komersial, mulai dari agar-agar dan puding yang jadi makanan kegemaran anak-anak, obat-obatan, kosmetik, sarana kebersihan seperti pasta gigi dan sampo, kertas, tekstil, hingga pelumas pada pengeboran sumur minyak.
Meski telah menghasilkan beragam manfaat, penggalian manfaat rumput laut hingga kini terus dilakukan di berbagai negara, sejalan dengan menguatnya gerakan kembali ke alam. Penggunaan unsur-unsur bioaktif rumput laut ini memang lebih banyak ditujukan untuk mengganti penggunaan bahan baku kimia sintetis yang membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia sendiri sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920. Tercatat ada 22 jenis rumput laut digunakan secara tradisional sebagai makanan, baik dibuat sayuran maupun sebagai penganan dan obatobatan. Sampai tahun 1990-an, penelitian telah berhasil mengembangkan pemanfaatan 61 jenis dari 27 marga rumput laut. Namun, penggunaannya selama itu masih terbatas untuk makanan dan obat. Belum ada upaya pengembangan lebih lanjut pada produk lain yang punya nilai ekonomis lebih tinggi. Belakangan ini para peneliti, di antaranya dari ITB, melalui program riset unggulan dari Kementerian Riset dan Teknologi, mengembangkan rumput laut sebagai pewarna, baik untuk makanan maupun tekstil. Tumbuhan berklorofil ini memang kaya warna. Warna itu bersumber dari empat suku rumput laut, yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaephyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru-hijau). Sesuai dengan namanya, alga tersebut mengandung zat warna alami, yaitu merah, coklat, hijau, dan biru-hijau.
Meski telah menghasilkan beragam manfaat, penggalian manfaat rumput laut hingga kini terus dilakukan di berbagai negara, sejalan dengan menguatnya gerakan kembali ke alam. Penggunaan unsur-unsur bioaktif rumput laut ini memang lebih banyak ditujukan untuk mengganti penggunaan bahan baku kimia sintetis yang membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Pemanfaatan rumput laut di Indonesia sendiri sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920. Tercatat ada 22 jenis rumput laut digunakan secara tradisional sebagai makanan, baik dibuat sayuran maupun sebagai penganan dan obatobatan. Sampai tahun 1990-an, penelitian telah berhasil mengembangkan pemanfaatan 61 jenis dari 27 marga rumput laut. Namun, penggunaannya selama itu masih terbatas untuk makanan dan obat. Belum ada upaya pengembangan lebih lanjut pada produk lain yang punya nilai ekonomis lebih tinggi. Belakangan ini para peneliti, di antaranya dari ITB, melalui program riset unggulan dari Kementerian Riset dan Teknologi, mengembangkan rumput laut sebagai pewarna, baik untuk makanan maupun tekstil. Tumbuhan berklorofil ini memang kaya warna. Warna itu bersumber dari empat suku rumput laut, yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaephyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga biru-hijau). Sesuai dengan namanya, alga tersebut mengandung zat warna alami, yaitu merah, coklat, hijau, dan biru-hijau.
Keyword: rumput Laut, bioaktif, Riset Unggulan ITB
teks lengkap >>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar